Minggu, 17 Januari 2016

Hak Untuk Hidup


Hak untuk hidup 
Hak untuk hidup tercantum sebagai salah satu hak asasi pada BAB XA tentang Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 setelah amandemen.
Pasal 28A menegaskan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Pasal 28B ayat (2) menyatakan “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Pasal 28I ayat (1) menegaskan bahwa hak untuk hidup adalah satu dari tujuh hak asasi manusia yang oleh UUD 1945 dinyatakan sebagai hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights).
Selaras dengan dasar negara Pancasila, maka dalam negara Indonesia, manusia, siapapun dia, adalah mahluk yang hakekat dan martabatnya harus dihormati.
Berbeda dengan UUD 1945 sebelum perubahan, UUD 1945 setelah perubahan mengakui dan menghormati bahwa hak-hak asasi manusia bukanlah pemberian negara tetapi melekat (inherent) dalam keberadaan manusia. Di dalam UUD 1945 yang lama, hanya ada satu hak asasi yang diakui sebagaimana tertera dalam Pasal 29 ayat (2), yaitu hak tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Sedangkan hak-hak lain, seperti kemerdekaan berserikat dan berkumpul dan lain-lain, sebenarnya belum tergolong hak asasi manusia, melainkan hak warga negara atau the citizen’s constitutional rights. Hak demikian itu hanya ada bila undang-undang menyatakannya ada.
Apa maknanya.
Pengakuan hak untuk hidup itu amat sentral dalam seluruh peri kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita. Keberadaan bangsa dan negara pertama-tama harus mengakui harkat dan martabat keberadaan manusia. 
Prinsip rule of law, yaitu sistem dan praktek pemerintahan wajib melindungi warga dari kesewenangan kekuasaan dan melindungi warga dan hak-miliknya dari kesewenangan sesama warga, merupakan konsekuensi dari pengakuan atas hak hidup, mempertahankan kehidupan dan mengembangkan kehidupan. Tujuan bernegara yang hendak dicapai juga adalah berintikan peningkatan kualitas hidup sebagai penghormatan atas kehidupan manusia.
Hak asasi ini berhubungan langsung dengan masalah aborsi, hukuman mati, eutanasia, membela diri, pembunuhan dan perang. Karena hak hidup, termasuk hak untuk hidup dan berkembang, diakui, maka aborsi pada dasarnya tidak dapat diizinkan. Hanya dalam keadaan yang sangat membahayakan nyawa sang ibu, yang disimpulkan ahli yang kompeten, aborsi dapat dilakukan.
Seseorang berhak membela diri untuk mempertahankan kehidupannya bila kehidupannya terancam tetapi pembunuhan adalah pelanggaran hak asasi manusia yang paling fatal. Dengan pengakuan hak atas hidup, hukuman mati dalam sistim hukum kita seharusnya tidak diberlakukan lagi. Meminta diakhiri atau mengakhiri hidup (eutanasia), misalnya karena menderita penyakit yang tidak akan tersembuhkan atau sekarat, juga tidak dapat diizinkan. Pembunuhan dan hukuman mati dalam perang adalah kejahatan yang sering terjadi justru untuk melindungi manusia lain dari pembunuhan. Pada dasarnya perang itu yang harus dicegah.